BilChell LOVE STORY
BAB 41
Air
mata sang pemuda tumpah tampa bisa dia bendung, bayang banyang masa lau
terbayang kejar-kejaran dibenaknya. Bayangan kesedihan dan kebahagian
silih berganti hadir. Pemuda itu mendongakkkan kepalanya melihat keatas
pohon mangga. Bayangan kebahagiaan yang dia rasakan dirumah ini,
“kakak.. aku mau dong mangganya..” kata anak laki-laki kecil merengek sambil menangis..
“Iyaaa... ini kakak lagi ambilin,, kamu yang sabar dong..” kata seorang remaja cowok diatas pohon mangga.
Tak lama pemuda itu turun, dia melompat-lompat untuk mengusir semut merah dari tubuhnya.
“nih..
makan... jangan nangis lagi... banyak semut tau diatas sana... “
katanya sambil menyerahkan mangga ke pada adik kecilnya, menghapus
airmata dan air hidung sang adik. Seteh itu dia pun mengaruk-garuk
badannya yang sudah bentol digigit semut.
“gendong
dong kak...” kata adik kecil manja, Sang remaja hanya mengeleng-geleng
kepala melihat tingkah adiknya yang manja. Tampa mempedulikan rasa sakit
dibadannya, sang kakak pun mengendong adiknya dipunggungnya. Sejak
kematian ayah mereka, 6 bulan yang lalu, sang adik kecil memang begitu
manja dengan kakaknya. Kakaknya selalu menuruti kemauanya, saat mama
marah karena kenakalannya, sang kakak selalu menghiburnya, memeluknya.
Dan saat dia rindu ayahnya sang kakak akan menggendongnya keliling
rumah, seperti yang sering ayah mereka lakukan.
Sang
Pemuda menatap, pohon mangga itu dengan sendu, diusap-usapnya pohon
mangga penuh kenangan itu. sang pemuda menatap halaman rumah itu dengan
pandangan nanar, sebuah ambulan berhenti dirumahnya, orang-orang
mengusung sebuah tandu, kakaknya terbujur kaku di atas tandu. Ibunya
menangis dengan histeris, sang adik yang sudah beranjak ramaja hanya
bisa diam mematung memandang kakaknya terbujur kaku, memandang mayat
kakak yang paling dia sayang. Matanya memancarkan kemarahan, kesedihan
“semuanya
gara-gara gadis itu... aku tidak akan membiarkan dia hidup bahagia...
“lirih suara sang Adik. Dia megepalkan tangganya.
Sang
pemuda seolah-olah menatap dirinya saat remaja, dirinya yang penuh
dendam dan kemarahan, dia memejamkan matanya, menarik napas panjang, dan
sang pemuda mengangkat wajahnya memandang langit, seolah-olah dia ingin
memaksa air matanya yang akan mengalir untuk kembali masuk. Dia
membuka matanya berlahan, dengan posisi wajah masih memandang langit,
“aku
sudah menemukannya kak.... tapi apa yang harus aku lakukan, setiap
memandangnya hati ku sakit.. segala rasa berkecamuk dihati ku..” kata
sang pemuda seolah bicara dengan kakaknya.
“Rangga..”
seorang nenek tua memannggilnya, Iyaa.. pemuda itu adalah rangga.
Rangga menoleh, dia memandangi nenek tua itu sambil berpikir,
“ahhh..
syukurlah kamu masih hidup, dan sudah tumbuh menjadi pemuda tampan..”
kata sang nenek memegang tangannya dan ada air mata mengalir dipipinya.
“aku nenek tono.. kamu ingat??” kata sang nenek, ah.. Tono temen mainnya
dulu. Rangga menyambut tangan nenek itu dan tersenyum
“kami
begitu menghawatikkan kamu dan ibu kamu.. tiba-tiba menghilang tak tau
rimbanya.. kalau pak RT tidak memberitahikan kami kalau ibu kamu sudah
pamitan, kami sudah melaporkan kalian ke polisi,, sebagai orang
hilang...” kata sang nenek
“bagaimana kabar ibu kamu??’ tanya sang nenek lagi
“baik nek..” kata rangga tersenyum.
“syukurlah...
oohh yaa....... .” Rangga dan nenek itu terus berbicara dan mengobrol
tentang masa lalu, sekali-kali wajah rangga terlihat binggung, dan
akhirnya terlihat sedih dan pilu.
Sementara itu Michelle keluar dari rumah salah seorang warga, pak kepala desa mengantar michelle keluar dari rumah keponakannya,
“jadi 2 minggu depan kami akan datang kedesa bapak..” kata Michelle, sang kepala desa tersenyum mengangguk.
“mudah-mudahan
kita bisa menemukan jalan keluarnya..” kata sang bapak kepala desa,
Michelle mengangguk mantap. Dia pun pamit pulang.
Michelle
menyusuri jalan, dan dijalan yang lain rangga juga sedang menyusuri
jalan setapak, dia berjalan berlahan menuju pintu keluar perkampungan
ini. Michelle juga berjalan menuju ke pintu keluar perkampungan, sambil
berjalan michelle melihat orang-orang di kampung ini yang sedang
bercanda gurau, anak-anak yang bermain dengan riangnya, sesekali dia
tersenyum kepala mereka yang memandangnya. Rangga juga sedang menikmati
perjalannanya. Berlahan, dan akhirnya dia menemukan pintu keluar arah
timur, rangga memakirkan mobilnya disana, Michelle juga keluar dari
perkampungan tapi disebelah selatan, disana supirnya sudah menanti,
michelle masuk ke mobil,dan seketika itu mobil rangga pun lewat
didepannya, dia tak melihat Rangga, dan Rangga pun tak melihat dirinya.
“kita
kepercetakan mas..” kata Michelle, Sang Supir mengangguk. Michelle
duduk tenang di kursi belakang, dan dia sedang menulis sesuatu di
angendanya.
Billy dan Eza sedang menemani
koleganya melihat lahan-lahan proyek untuk pembanggunan Pabrik, mereka
berdiskusi dan meninjau lahan itu, sedang asik berdiskusi Rangga datang,
Billy mengernyitkan dahinya, “Rangga terlambat..” batin billy
“Sorry gue telat.. tadi ada empat yang harus gue kunjungi..” kata Rangga,
“Dimana??”
kata Billy tiba-tiba Kepo, “jangan –jangan dia nemein Michelle..” batin
Billy curiga. Eza heran melihat kekepoan Billy, billy tak pernah
mengurusi urusan orang lain, tapi kenapa tiba-tiba dia jadi ngurusin
rangga..??? tanya eza dalam hati.
“ke Tempat gue
tinggal waktu kecil..” kata rangga, dia tak sadar dikepoin Billy. Billy
hanya mengangguk, dia yang tadinya curiga kalau tadi Rangga menemani
Michelle, sekarang dia sedikit lega.
“oyaahh.. Za,
Ga... gue harus balik kekantor, ada berkas yang harus gue periksa, loe
bedua temenin mereka yah... nanti setelah ini loe berdua bawa mereka ke
lahan satu lagi yah..” kata billy, Eza dan rangga hanya mengangguk.
Billy berjalan menjauhi mereka, dia berjalan menuju mobilnya. Sambil berjalan dia mengambil Hpnya dan menekan nomer seseorang.
“dia
dimana sekarang,??...... Oohhh... trus tadi pas disana dia sama
siapa???..... beneran sendiri....???...... yakin kan kamu???.... .... ya
udah, nanti tiap dia ketemu dengan seseorang kabari saya juga....” kata
billy, sekilas Eza mendengar pembicaraan billy di telpon, eza heran,
siapa yang sedang billy awasi.
Billy menutup
telponnya dan pergi ke mobilnya, dia menyetir mobilnya menuju kantor.
Sementara itu seseorang diseberang Telpon billy tadi sedang ada didalam
mobil yang terpakir di halaman sebuah gedung percetakan., dia hanya
memandang aneh. Seseorang itu adalah supir kantor billy, dia heran
dengan bosnya, tak pernah dia melihat bosnya mengurusi seseorang seperti
dia mengurusi Michelle, hampir tiap 2 jam sekali Billy mengecek keadaan
michelle, seperti tadi. Dimana?? Dengan siapa dia??? Itu pertanyaan
yang tiap kali ditanyakan billy. “ Kayaknya pak billy cinta banget ama
mbak Michelle..” batin sang sopir.
Didalam gedung, michelle sedang Asik memeriksa hasil pesanan kantornya,
“sepertinya warnanya terlalu pudar..bisa diterangin dikit gak??” kata Michelle
“oohh
boleh mbak.. ini Cuma contoh mbak... kalau mau diterangin dikit
warnanya nanti kita terangi..” kata sang manajer. Setelah memeriksa
semuanya michelle pun bersalaman dengan sang manajer dan pamit. Hari
sudah siang, waktu telah menunjukkan pukul 01.00 siang. Michelle kembali
ke dalam mobil,
“kita kemana lagi mbak..” kata sang supir, michelle melihat arlojinya.
“kita kekantor pak Darmawan... tapi sebelumnya makan siang dulu...udah masuk jam makan siang”kata michelle duduk dibelakang
“makan dimana Mbak..???” kata si supir jeki sambil menyetir mobilnya, dia melihat atasannya dari kaca sepion.
“di
jalan arah kesana ada soto yang enak.. kita kesana ajah.. nanti saya
tunjukin tempatnya..” kata michelle. Dan mobil pun melaju ke arah yang
dimaksudkan michelle.
Di kantor billy masih sibuk memeriksa berkas Amdal
pronyeknya. Dia sebuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba ada seseorang
mengetuk pintu ruangannya. Billy memanggkat wajahnya. Ternyata Ariel,
billy begitu enggan,menatapnya, dia melanjutkan pekerjaannya lagi.
“kamu
udah makan sayang..??” tanya Ariel, billy hanya diam menatap berkasnya,
“hari ini aku gak bawa makanan.. gimana kalau kita makan diluar??”
tambah Ariel, sambil mengedarkan pandangan kesekeliling ruangan,
Michelle tidak kelihatan
“Mobil gue Gak ada, dipakai..” kata billy singkat
“sama
Michelle??” kata Ariel mencoba menebak, dia menunggu jawaban billy
dengan cemas, billy biasanya tak pernah mengijinkan orang lain memakai
mobilnya, yang boleh menyetir hanya dia dan supirnya, dan tampa dia ada
didalam mobil orang lain tak pernah dia ijinkan meminjamkannya, bahkan
Sheilla pun tak diijinkannya.
“yaa..” kata billy
singkat, Ariel mencoba manahan dirinya untuk tidak marah, dia tak
percaya dengan jawaban billy, begitu ringan, dulu saat dia meminta
sopirnya mengantanya ke acara temannya billy tak mengijinkannya, tapi
kenapa michelle boleh??? Batinnya kesal
“kenapa michelle gak kamu suruh naik taksi ajah..” kata Ariel sambil menahan gejolak dihatinya
“ini
untuk keperluan kantor, dan banyak tempat yang harus dia datangi...
terlalu sulit dan melelahkan kalau dia harus pakai aksi..” kata Billy
cuek, dia masih sibuk dengan berkasnya.
“Sulit????
Melelahkan??” batin Ariel “sejak kapan Billy begitu peduli takut
Michelle kelelahan??” batin Ariel bergejolak. Dia melihat billy sekarang
tidak lagi asik dengan berkasnya di sibuk dengan Hpnya, Billy sedang
SMSan dengan seseorang,
---------“kalian sudah pulang dari percetakan..???” ----
******”udah pak.. ini kita lagi makan siang...”------
--------“dimana??”-----
*****”diwarung dekat kantor pak Darmawan... Mbak michelle ajak saya makan disini.”--
--------“kamu dan Michelle???”------ wajah billy kelihatan kesal.
-*****”
iyaa pak..”---- sang supir menjawab dengan khawatir dia ketakutan,
sepertinya dia menangkap kekesalan majikannya, michelle melihat sang
Sopir heran..
“ kenapa?? Kok kelihatan panik??” tanya michelle heran
“enggak Mbak... gimana kalau saya makan tempat lain saja..” jawab sang sopir segan
“kenapa?? Gak suka makan disini??” tanya michelle lagi
“bukan.. tapi.. saya segan... saya kan Cuma supir..” kata sang supir
“Ahh...
biasa ajah ... sama-sama manusia juga..” kata Michelle cuak, sebenarnya
sang supir memang sudah enggan makan satu meja dengan michelle, tapi
michelle terus memaksa. Michelle hanya tersenyum. Perempuan satu ini
memang baik, dia lain dari pada yang lain, dia begitu menghargai orang
lain, dan tidak pernah menganggap rendah seseorang yang bahkan
dibawahnya. Beda dengan Mbak Ariel, dimarahi dan dikasari Ariel adalah
makanannya sehari-hari billa bertemu, tapi untungnya dia tak pernah
mengantar Ariel berdua seperti saat dia mengantar michelle saat ini.
Kalau enggak mungkin sikapnya akan lebih kasar lagi. Saat sedang
melamun Hpnya berdering, wajahnya sedikit pucat, dia bangkit dan
berjalan keluar menganggkat telpon
Dikantor billy, billy begitu sibuk dengan Hpnya, Areil kesal,
“kamu
SMSan ama siapa sih..??” Ariel mencoba bertanya, dia melihat billy
kesal. Billy tak memperdulikan Ariel, dia sibuk dengan pikirannya
sendiri, Michelle ngapain makan berdua sama sopir sih??? Batin billy
kesal, kalau saja dia punya mobil lain, mungkin dia bakalan menyusul
mereka, tapi dia tak punya, eza dan rangga dilapangan, Ariel tidak ada,
dan tidak mungkin juga dia menyusul michelle sambil membawa Ariel.
Membayangkan mereka makan berdua, billy jadi kesal. Dia menekan Hpnya
dan menelepon sang supir.
“Hallo pak..” kata sang supir diseberang sana.
“kalian lagi makan apa??” tanya billy datar..
“soto
pak..” jawab sopir dengan suara yang bergetar, dia bisa menangkap suara
kesal bosnya. “Mbak michelle memaksa saya ikut makan Pak.. bahkan satu
meja..saya sudah menolaknya..” kata sang supir dengan nada memohon
supaya tidak dimarahi.
“iyaa.. saya tau.. dia
tidak akan membiarkan mu Cuma duduk didalam mobil sementara dia makan..”
kata Billy menghela napas. Ada kelgaan diwajah sopir deseberang sana.
“ya
udah.. nanti setelah makan jangan lupa kabari lagi saya..” kata Billy
tegas menutup telponya. Ariel menatap billy heran. Tidak biasanya billy
mengurusi orang lain makan.
Billy menutup
telponnnya “ kayaknya gue udah gilaa.. mengeceknya hampir tiap dua jam
sakali...bahkan sekarang dengan sopir pun gue bisa kesal saat gue tau
dia makan berdua dengan michelle...” batin billy “otak gue bener-bener
konslet, ..” kata billy dalam hati sambil memadang telponya.
Saat sedang menatap telponya, Eza datang
“Bill...
ayo makan siang dengan rekanan.. mereka sudah menunggu..” kata Eza
sedikit kaget saat melihat Ariel, “eehh... ada loe Rill..” kata Eza,
Ariel hanya diam
“gue ada janji makan siang dengan
rekanan.. loe pulang ajah..” kata Billy cuek dan meninggalkan Ariel
sendiri dan berjalan keluar. Ariel menatap kepergian billy dengan hati
kesal.
Sementara itu Indra dan Shilla sedang duduk
di bangku taman, mereka menikmati dan memandang orang orang yang lalu
lalang. Mereka tidak banyak bicara, terutama Shilla. Indra sudah
berusaha untuk mengobrol tapi Shilla sibuk dengan kegiatannya
memperhatikan orang-orang.
“kenapa sih Loe suka banget nongkrong di Taman??” tanya Indra Heran
“ ini bisa menunjang profesi Gue sebagai Arsitek...” kata Shilla mantap
“apa hubungan taman dan arsitek??” tanya Indra lagi terlihat Heran.
“ditaman
loe bisa liat banyak hal, banyak orang dengan berbagai tipe dan
karakter... loe bisa belajar banyak hal disini... “kata Shilla masih
asik memperhatikan banyak orang.
“tapi buat apa?? Loe kan bukan Psikolog..??” kata Indra masih binggung.
“Tapi
menurut gue jadi Arsitek itu juga perlu ilmu psikolog...” kata Shilla,
“Sebuah Bangunan yang di huni oleh seseorang itu harus memberi rasa aman
dan nyaman saat dihuni.. jadi untuk merancanya kita harus tau karakter
sipenghuni.. dan disini loe bisa belajar itu...” kata Shilla panjang
lebar, walaupun Indra tak terlalu mengerti.
“kenapa?? Loe gak betah disini???” tanya Shillla “lagian siapa suruh sih loe ikut gue??” tambahnya
“enggak
sih.. hanya saja kenapa loe gak milih restoran atau tempat-tempat
romantis lain sih” kata indra sedikit protes “lagian kalau gue gak
ikutin loe gini mana ada kesemptan gue buat sama-sama loe..” Tambah
indra
“buat apa ke tempat Romantis??? Memangnya
kita pacaran..” kata Shilla cuek, indra hanya cemberut tapi harus diakui
dia mulai menikmati nongkrong ditaman seperti ini. Selain asik tapi
juga murah.
Shilla memang bersikat cuek pada indra
Tapi saat bersama shila dia merasakan Ritmen ketenangan. Shilla berbeda
dengan gadis-gadis yang banyak dia temui, dia apa adanya. Saat bersama
Shilla Indra merasa ringgan. Indra ikut sibuk menatap orang-orang sama
seperti Shilla. Sedang Asik-asiknya tiba-tiba suara HP Indra memeceh
kesenyian diantara Indra dan Shilla, Indra menatap layar Hpnya ..
Ariel.. ntah kenapa ada keengganan diwajah indra. Indra menatap Shilla,
Shilla hanya menatapnya sekilas, lalu melanjutkan aktifitasnya lagi.
Idra berjalan menjauhi Shilla dan mengangkat telponnya.
“haloo...” kata indra
“Ndra...
jemput gue dikantor Billy yang satu lagi..” kata Ariel memerintah tampa
menyapa. Indra menatap Shilla, Shilla acuh tak acuh.
“Tapi gue lagi sama Shilla, dan gue mau makan siang bareng Shilla..”kata Indra mencoba mengelak,
“Loe
kanapa jadi terlalu dekat dengan Shilla?? Setiap hari loe selalu dengan
dia..” kata Ariel jenggkel, indra sudah susah disuruh-suruh olehnya.
“kan loe sendiri yang bilang harus dekatin dia.. “kata Indra berbisik sambil menatap Shilla.
“pokoknya gue gak mau tau... jemput gue sekarang..” kata Ariel tegas, “billy gak mempedulikan gue ... “ ada getaran disuaranya.
“baik
lah..” akhirnya Indra mengiyakan, saat Ariel seperti ini dia tak bisa
mengabaikannya, Indra terlalu lemah dengan Ariel.. Indra lagi-lagi
menatap Shilla, Shilla menatap Indra tajam. Indra berjalan menghampiri
Shilla.
“aku harus pergi... ada sedikit urusan..”
kata indra, Shilla hanya mengangguk. Dan indra pun berlalu dari taman,
Shilla menatap pungungnya, tadi saat menelepon Shilla melihat ada
kilatan luka dimata Indra, menatap punggunya seperti ada kesepian yang
mengelayutinya. Berteman dengan Michelle membuat Shilla jadi orang yang
begitu mudah melihat kesedihan seseorang yang lain. Tapi Shilla menatap
Indra sampai dia menghilang dan kemudian dia kembali asik dengan
orang-orang ditaman.
Didalam mobil, eza sedang
menyetir, billy hanya diam menatap tajam pemandangan didepannya,
sesekali Eza melirik kesamping, Sahabanya sepertinya sedang Badmood,
pikirnya.
“loe kenapa?? Kok kyknya gak mood gitu..” kata Eza
“enggak
ada ..” kata Billy singkat, dia sibuk memencet tombol tombolnya. Eza
hanya menatap Heran. Billy sedang SMSan dengan si Jeki, sang sopir
bilang mereka baru selesai makan dan sekarang michelle sedang menuju
kantor Om darmawan.
“si Michelle mana?? Kok seharian gue gak liat dia...???” tanya Eza
“gue suruh pergi ngurus percetakan dan nemuin Bokap loe..” kata Billy santai
“bokap
gue kan dari pagi meeting dengan klien, nanti sore baru selesai,..”
kata Eza, billy hanya diam, dia tau itu, tapi dia gak punya cara lain
untuk menjauhkan michelle dari rangga tampa harus diketahui Michelle.
Eza masih menatap billy dalam diamnya.
Michelle dikantor Om darmawan, dia menghampiri meja sekretarisnya,
“Mbak... bisa saya bertemu dengan Pak darmawan???” Tanya michelle.
“pak Darmawannya sedang ada rapat dengan klien...” jawab sang sekretaris. Michelle diam mendengarkan.
“kapan selesainya??” tanyanya lagi
“saya kurang tau Mbak... Mbak dari mana???” tanya sang sektetaris
“saya dari Davidson group..” kata michelle
“oohhh.. tunggu ajah Mbak disana..’ kata sang sekretaris menunjuk ruang tunggu.
Michelle
pun menunggu diruang tunggu dengan sabar. Michelle menunggu sambil
membaca buku. Waktu terus berlalu sudah 2 jam michelle menunggu, dia
sudah mulai bosan. Dia ingin menitipkan berkas itu pada sekretarisnya,
tapi teringat kata-kata billy. Bahwa berkas itu harus langsung diberikan
pada Om Darmawan, michelle pun mengurungkan niatnya. Dia mengambil
sebuah majalah dan membacanya.
Pukul 16.00 Wib.
Billy sedang sibuk diruangannya, setelah makan siang dan membahas
masalah Amdal dengan rekan bisnisnya, billy kembali kekantor. Dia
kembali disibukkan dengan pekerjaannya, entah karena kebiasaan atau
kerana merindukannya michelle , sesekali dia menatap meja michelle.
Diambilnya Hpny, dia menekan Nomer Michelle.
“Haloo..” suara diseberang sana
“loe masih di tempa om darmawan???’ tanya billy
“iya...
sepertinya om darmawan masil rapat... apa aku titipkan berkasnya ke
sekretarisnya ajah..??” tanya Michelle, dia sudah mulai bosan
“jangan
...loe tunggu ajah sebentar lagi... kalau satu jam lagi om darmawan
belum selesai.. loe boleh pulang,, besok ajah kita antar pagi-pagi..”
kata billy lunak
“memang boleh??” tanya michelle heran dengan kelembutan sikap billy.
‘YA”... jawab billy singkat
“apa gue boleh mampir kesuatu tempat??” kata michelle bertanya, dia ingin menemui Shilla.
“gak boleh.. loe harus langsung pulang..” kata billy ketus kembali
“tapi.. gue..” kata michelle belum selesai dia berbicara, billy sudah memotongnya
“sekali
gue bilang gak boleh tetap gak boleh..” bentaknya, “pokoknya loe..”
belum selesai bicara michelle malah menutup telponya, Michelle sebel
dengan sikap billy kadang lembut kadang jutek. Billy kesal michelle
menutup telponya, dia menelepon kembali tapi michelle tak mengangkatnya.
Ternyata om darmawan sudah selesai rapat, saat berjalan keruangannya dia menatap Michelle heran, Michelle hanya tersenyum
“loh
Michelle.. udah lama nunggu...??” kata Om darmawan ramah, om darmawan
mengenali michelle, dia juga hadir diacara pertunangan michelle dan
billy, michelle hanya tersenyum “ada apa??” tanya om Darmawan lagi,
“saya
dititipkan billy berkas ini om... katanya harus langsung diserahkan
dengan om..” kata Michelle menyerahkan berkas ke tangan om darmawan
“oooh... iyaa..” kata Om darmawan mengambil berkas itu dari tangan michelle. “Mari masuk kedalam.. “kata om Darmawan.
“Gak papa om... saya Cuma mau mengantar berkas itu...saya pamit dulu om...”kata Michelle mengangguk hormat,
“oo ya udah.. hati-hati dijalan..” kata Om surya terseyum
“iyaa..
permisi Om..” kata michelle pamit dan meninggalkan ruangan om darmawan,
dia berjalan dan meninggalkan kantor om darmawan. Dibawah supir masih
menunggunya dimobil
Di dalama mobil sang supir sedang menelepon
“Iyaaa pak... itu non michelle sudah turun,,” kata Sang supir
“kamu harus mengantarkan michelle pulang kerumah jangan antar ketempat lain..” kata Billy tegas
“iya pak..” kata sang supir,
“ya
sudah, jangan bilang sama michelle saya telepon kamu..” kata Billy
tegas, dia pun menutup telponya. Tepat sang supir mematikan telponya
Michelle masuk kedalam mobil, dia heran, selama dia sering pergii satu
mobil dengan billy dan disupiri oleh Jeki michelle tak pernah melihat
Sang supir sibuk dengan telponnya. Tapi hari ini dia terlalu sibuk
dengan telponya. Michelle hanya memandang heran, tapi dia enggan
bertanya.
“kemana lagi kita Mbak..??” tanya Jeki,
dia harap-harap cemas menunggu jawaban michelle, binggung bagaimana
harus mengatakan kalau michelle harus pulang kerumah.
“pulang ke rumah saja... udah sore..” kata michelle,
“iyaa
Mbak..” ada kelegaan disuara jeki, dia melajukan mobilnya menuju rumah
billy. Perjalanan hanya memakan waktu 45 menit. Michelle pun sampai
kerumah billy. Saat turun dari mobil dia teringat sesuatu, dia mengambil
Hpnya dan menelepon seseorang.
Billy sedang sibuk
dengan berkasnya, tapi pikirannya melayang ke michelle, apa dia sudah
sampai kerumah atau dia mampir kesuatu tempat??? Atau jangan-jangan mau
ketemu rangga?? Rangga tak ada dikantor.. pikirnya, banyak pertanyaan
dan kecurigaan mampir dikepalanya. “treeett..treeet..’” HP billy
bergetar, dia sedikit kaget, dan tambah kaget saat dia melihat siapa
yang meneleponya, ada senyum tersungging dibibirnya.
“halooo..’ kata billy
“Loe masih dikantor??” tanya Michelle
“masih.. kenapa??” kata billy heran dengan pertanyaannya michelle
“jam berapa loe pulang..??” tanya michelle tak mengubris pertanyaan billy.
“mungkin satu jam lagi..” kata billy “kenapa loe mau gue cepat pulang??? “ kata billy mengoda michelle
“jangan
GR loe...” kata michelle manyun “ gue Cuma mau nyurus supir balik
kekantor... kalau loe udah pulang ngapain nyurus dia balik..’ kata
Michelle tegas. Belum pun Billy menjawabnya michelle sudah menutup
telponya. Billy kesal, michelle selalu seperti ini menutup telpon
sesukanya.
“Mas kembali ajah ke kantor... pak
billy masih dikantor..” kata michelle kepada sang supir, sang supir
mengangguk, dan meninggalkan rumah Billy. Michelle masuk kerumah, rumah
sepi, Cuma ada Oma, dan Paris serta tante amara dan para pembantu.
Sebelum naik ke atas michelle menemui oma ditaman,
“omaa..” kata michelle mencium tangan dan pipi oma
‘udah pulang kamu?? Kok cepat?? Billy mana???” tanya Oma
“tadi
ada urusan diluar kantor, karena selesainya sore aku langsung pulang..
Billy masih dikantor mungkin sebentar lagi balik..” kata michelle
menjawab pertanyaan oma. Oma hanya mengangguk.
“aku
ganti baju dulu yah oma..” kata michelle, paris sedang bermain
disebelah oma, dia mencium paris sebelum naik ke kamarnya. 20 m3nit
kemudian dia kembali ke taman. Oma sedang duduk ditaman, Michelle
menghampiri oma.
“Omaa.. boleh gak aku bawa tante
amara kemari..”tanya michelle, oma mengangguk. Sejak peristiwa diruang
miserius itu, michelle sering merawat tante amara, dia menyempatkan diri
sesekali menjengungnya, mengajaknya bicara, mulanya tante amanya
sedikit histeris, tapi michelle sabar mendekatinya, mengelus-elus
tangannya sampai akhirnya tante Amara tidak langi histeris padanya.
Micehlle berjalan ke kamar tante Amara, disana tante amara baru selesai
mandi, ada perawat disampingnya. Sang perawat tersenyum padanya.
“hai
tante amara..” sapa michelle ramah, tante amara memandangnya dan
tersenyum gembira melihatnya. “sini aku sisirin rambutnya tante..” kata
Michelle mengambil sisir dan menyisur rambut tante amara. Setelah
selesai dia memegang tangan tante Amara
‘kita
jalan-jalan ke taman yuk tante..” kata Michelle. Tante amara tersenyum
senang matanya berbinar bahagia. Perawat dan michelle menuntun tante
Amara berdiri, dan michelle memegang erat tangannya dan menuntunya
berjalan ke taman. Ditaman tante amara bermain dengan Paris. Sementara
oma dan michelle duduk memperhatikan mereka. Michelle memegang tangan
oma dan memeluknya, ada butiran air mata jatuh dipipi oma saat melihat
tante Amara, anak perempuannya satu-satunya.
“waktu itu kamu pasti kaget..”kata oma kemuadian, dan menatap michelle
“kaget sih oma... tapi gak papa kok..’ kata michelle
“tak
tau harus berkata apa kepada kamu... Tapi terima kasih michelle
setidaknya Amara bisa setenang ini.. dulu dia tak bisa setenang ini..
kami bahkan harus mengikatnya..” kata Oma sedih “rasanya terlalu sakit
kalau melihat dia terikat diatas tempat tidur..” kata oma sudah terisak.
Michelle mengelus-elus lengan Oma.
“sebenarnya
bukan karena aku sih Oma.. tapi karena Paris... Ada banyang-banyang
Sheilla di paris. Waktu tante amara berhenti saat kecelakaan itu jadi
dia hanya tau Sheilla masih seumuran Paris.. dan saat didekat paris
tante Amara menjadi tenang, walaupun Tante amara seperti ini tapi Rasa
cinta dan sayangnya pada Sheilla masih begitu besar tersimpan
dihatinya...” kata Michelle memandang wanita cantik didepannya. Wanita
itu sedang bermain dengan Paris, paris begitu sabar dan pengertian
menghadapi tante Amara.
“iyaa.. andai Sheilla tau dan mau bersikap seperti kamu .. mungkin Amara akan cepat sembuh..” kata oma sendu
“Sheilla
waktu itu hanya gadis kecil Oma.. luka yang tertinggal begitu dalam dan
setiap dia melihat Tante Amara aku yakin hatinya pasti sedih dan
sakit..’” oma mengangguk dan tersenyum dengan wajah sendunya.
“tapi
aku bangga melihat Paris..” kata michelle, oma menatapnya “betapa
pengertiaan dan sabarnya dia menghadapi tante amara, dia tak mengeluh
bahkan bertanya..” kata michelle menatap paris tersenyum.
“iyaaa.. kamu benar..” , oma ikut tersenyum menatapnya
“pasti sudah besar nanti dia jadi gadis yang pengertian..” kata Michelle tersenyum
“amiiinn..”kata
Marsya menimpali dari belakang, oma dan Michelle sontak menoleh
kebelakang, Marsya tersenyum dan duduk disebelah Oma.
“kalau
aku tau metode ini bisa membuat tante Amara lebih tenang dan mudah
dikontrol pasti aku lakuiin ini dari dulu..” kata kak Marsya ada sedikit
penyesalan disuaranya
“ kalau dulu mungkin Paris
masih terlalu kecil, agak berbahaya juga kak..’ kata michelle, dia bisa
menangkap penyesalan diwajah Marsya. Marsya hanya mengangguk, mereka
bertiga menatap Tante amara dan paris yang dengan bermain bunga-bungaan.
Oma tidak marah bunganya dipetik. ada sedikit kebahagiaan saat dia
menatap wajah tertawa anak perempuannya yang entah kapan terakhir dia
melihatnya tertawa bahagia.
Dikamarnya sheilla
menatap dari balik jendela. Dia menatap dengan wajah sedih, marah, dan
getir. Semua rasa campur aduk dihatinya. Ibunya begitu nyaman saat
bersama michelle, bahkan tersenyum, tapi kenapa saat dia dekati, ibunya
selalu histeris. Apa sebegitu bencinya ibunya padanya, sampai-sampai dia
tak ingin Sheilla mendekatinya, Pikir Sheilla, Ada kerinduan dimata
Sheilla, ada amarah dan luka juga disana. Lama dia menatap keluar
jendela, dan akhirnya dia beranjak mengambil kunci mobil dan pergi
mengendarai mobilnya.
Rangga baru saja tiba
diapartemennya, dia merebahkan tubuhnya ke ranjang. matanya terpejam,
Hari ini dia tidak melihat Michelle seharian, dia bangun dan mengambil
Sketsa gadis dan foto kakanya di samping ranjangnya, dia menatap sendu
kedua bingkai itu, tergiang perjalannannya ke rumah masa lalunya dan
teringat kembali pembicaraannya dengan Nenek tomo.
“bagaimana kabar ibu kamu??’ tanya sang nenek lagi
“baik nek..” kata rangga tersenyum.
“syukurlah...
oohh yaa.. ..setelah kalian pergi ada seorang gadis remaja datang
kesini, dia mencari kalian, dia menanggis dan memohon kepada kami untuk
memberitahukan keberadaan kalian, saat kami memberitahukan kalau kami
tak tau, dia menangis dengan sedih,, nenek sampai sekarang tidak bisa
melupakan wajah pilunya waktu itu..” kata sang nenek menerawang jauh..
“siapa??’ tanya rangga sambil mengernyitkan dahinya.
“gadis
yang sama dengan yang selalu datang hampir setiap hari,... kalau tidak
salah saat itu sebulan setelah kakak mu meninggal... tapi ibumu tidak
pernah membukannya pintu, ..” kata sang nenek , rangga mengernyitkan
dahinya.
“....waktu itu kamu diasrama sekolah,.
jadi kamu tak tau, saat itu dia tiap hari datang.” kata sang nenek
menjawab kebinggungan Rangga, “ itu gadis yang datang ketika hujan..”
tambah nenek itu lagi... rangga pu akhirnya tau siapa gadis itu.
rangga menatap pilu, pohon mangga didepannya.
Dikamarnya dia menatap sendu kedua bingkai itu airmatanya jatuh,
“kamu
tau kak.. sekarang dia sudah jadi gadis yang cantik kak.. malah dia
sudah bertunangan dengan seorang pria tampan.. setiap melihatnya,
rasanya luka ini begitu perih, menyakitkan, tapi saat tak melihatnya aku
malah begitu merindukannya.. apa yang harus aku lakukan kak..??” kata
Rangga menatap menundukkan kepalanya dalam.
“aku
tak tau,,, apa aku sanggup melaksanakan pesan terakhir kakak dan
permintaan ibu,...” kata Rangga begitu getir. Dia makin menundukkan
kepalanya dalam.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar